Ammatoa, nama salah
satu suku adat yang berdiam di Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Masyarakat Ammatoa adalah suku yang
masih mempertahankan adat tradisi mereka hingga saat ini. Dengan berpegangan
pada pesan leluhur, mereka menjaga kelestarian budaya dan lingkungan mereka
ditengah gempuran nilai-nilai ekstrim.
![]() |
| http://www.hiburdunia.com/2011/04/badui-di-bulukumba.html |
Di
kehidupan sosial, masyarakat ammatoa memiliki pedoman hidup yang di sebut pasang ri kajang. Pedoman ini berisi
pesan dan amanah dari leluhur mereka yang dianggap sebagai nilai yang sakral. Sama
halnya dengan masyarakat adat lainnya,
pasang ri kajang ini memuaut nilai dan materi yang mengajarkan tentang
kebajikan yang menuntun manusia untuk berbuat baik, jujur, dan sederhana. Selain
pasang ri kajang, masyrakat ammatoa juga menganut sistem kepercayaan yang
disebut patuntung. Baik pasang ri kajang maupun patuntung menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari keseharian mereka.
Masyarakat ammatoa ini
dikenal dengan kearifan lokal yang mereka miliki. Pola hidup yang sederhana
serta pelestarian hutan adat yang terus mereka lakukan, menunjukkan kebersahajaan dalam menjalani
hidup. Seperti dalam konsep adat mereka yang tertuang dalam pasang ri kajang, “kalumanynyang kalupepeang, rie’ Kamase-masea”. Artinya, “ditempat ini
(kawasan adat ammatoa), tidak ada kekayaan, yang ada hanya kesederhanaan”.
Sebuah konsep yang cukup sederhana, namun membawa makna yang jauh lebih
dalam. Dalam pasang (pesan) itu,
mengisyaratkan masyarakat ammatoa untuk merasa cukup dengan kesederhanaan,
karena kehidupan makmur dianggap sebagai sesuatu yang berlebihan.
Konsep kesederhanaan bagi mereka
sendiri telah di gariskan dalam pasang ri kajang. “Angnganre
na rie’, care-care na rie, pammalli juku na rie’, tana koko na galung rie, balla
situju-tuju”. Artinya; bila makanan sudah ada, pakaian ada, pembeli lauk ada, sawah
dan ladang ada, dan rumah yang sederhana.
Selain memuat amanat tentang
kehidupan sehari-hari, pasang ri kajang juga memuat nilai-nilai yang mengatur
sistem pengelolaan hutan adat. Hutan seluasnya ±100 hektar masuk dalam kawasan
hutan adat ammatoa, yang mereka sebut tana toa. Dalam kepercayaan patuntung,
hutan dianggap sebagai tempat pertama kalinya manusia diturunkan. Ditempat itu
pula, manusia akan dibangkitkan ke langit untuk mencapai kehidupan bersama
tuhan. Sebuah kawasan yang mereka anggap sakral, sehingga mereka enggan untuk
merusak ekosistem yang ada didalamnnya. Dalam pasang disebutkan; “Punna nitabbangngi kayua, Nipappirangngangngi angngurangi bosi,
Appatanre’tumbusu, napau turiolow”. Artinya, jika hutan ditebang,
akan mengurangi hujan dan menghilangkan mata air. Begitu menurut nenek moyang.
Ada banyak
hal yang dapat kita petik dari kehidupan masyarakat ammatoa. Kebersahajaan hidup
mereka yang berlandaskan pada pasang ri kajang dan kepercayaan patuntung ,
sangat berpengaruh pada pengelolaan lingkungan hidup mereka. Sebuah usaha untuk
lebih memanusiakan manusia.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar