Kamis, 05 September 2013

Pasang ri Kajang

Ammatoa, nama salah satu suku adat yang berdiam di Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi  Selatan. Masyarakat Ammatoa adalah suku yang masih mempertahankan adat tradisi mereka hingga saat ini. Dengan berpegangan pada pesan leluhur, mereka menjaga kelestarian budaya dan lingkungan mereka ditengah gempuran nilai-nilai ekstrim.
http://www.hiburdunia.com/2011/04/badui-di-bulukumba.html
            
Di kehidupan sosial, masyarakat ammatoa memiliki pedoman hidup yang di sebut pasang ri kajang. Pedoman ini berisi pesan dan amanah dari leluhur mereka yang dianggap sebagai nilai yang sakral. Sama halnya dengan masyarakat adat  lainnya, pasang ri kajang ini memuaut nilai dan materi yang mengajarkan tentang kebajikan yang menuntun manusia untuk berbuat baik, jujur, dan sederhana. Selain pasang ri kajang, masyrakat ammatoa juga menganut sistem kepercayaan yang disebut patuntung. Baik pasang ri kajang maupun patuntung menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keseharian mereka.
Masyarakat ammatoa ini dikenal dengan kearifan lokal yang mereka miliki. Pola hidup yang sederhana serta pelestarian hutan adat yang terus mereka lakukan,  menunjukkan kebersahajaan dalam menjalani hidup. Seperti dalam konsep adat mereka yang tertuang dalam pasang ri kajang, “kalumanynyang kalupepeang, rie’ Kamase-masea”. Artinya, “ditempat ini (kawasan adat ammatoa), tidak ada kekayaan, yang ada hanya kesederhanaan”. Sebuah konsep yang cukup sederhana, namun membawa makna yang jauh lebih dalam.  Dalam pasang (pesan) itu, mengisyaratkan masyarakat ammatoa untuk merasa cukup dengan kesederhanaan, karena kehidupan makmur dianggap sebagai sesuatu yang berlebihan.
            Konsep kesederhanaan bagi mereka sendiri telah di gariskan dalam pasang ri kajang. “Angnganre na rie’, care-care na rie, pammalli juku na rie’, tana koko na galung rie, balla situju-tuju”. Artinya; bila makanan sudah ada, pakaian ada, pembeli lauk ada, sawah dan ladang ada, dan rumah yang sederhana.
            Selain memuat amanat tentang kehidupan sehari-hari, pasang ri kajang juga memuat nilai-nilai yang mengatur sistem pengelolaan hutan adat. Hutan seluasnya ±100 hektar masuk dalam kawasan hutan adat ammatoa, yang mereka sebut tana toa. Dalam kepercayaan patuntung, hutan dianggap sebagai tempat pertama kalinya manusia diturunkan. Ditempat itu pula, manusia akan dibangkitkan ke langit untuk mencapai kehidupan bersama tuhan. Sebuah kawasan yang mereka anggap sakral, sehingga mereka enggan untuk merusak ekosistem yang ada didalamnnya. Dalam pasang disebutkan; “Punna nitabbangngi kayua, Nipappirangngangngi angngurangi bosi, Appatanre’tumbusu, napau turiolow”. Artinya, jika hutan ditebang, akan mengurangi hujan dan menghilangkan mata air. Begitu menurut nenek moyang.
            Ada banyak hal yang dapat kita petik dari kehidupan masyarakat ammatoa. Kebersahajaan hidup mereka yang berlandaskan pada pasang ri kajang dan kepercayaan patuntung , sangat berpengaruh pada pengelolaan lingkungan hidup mereka. Sebuah usaha untuk lebih memanusiakan manusia.

Tidak ada komentar: