Sabtu, 23 Maret 2013

UNGKAP KETIDAKTAHUAN DENGAN JURNALISTIK


Diklat Dasar Jurnalistik
Penerbitan kampus universitas hasanuddin Identitas, mengadakan dikdas jurnalistik yang ke-39. Saya dan beberapa teman dari korps mahasiswa komunikasi ( kosmik ) unhas mengikuti kegiatan bertemakan “ungkap ketidaktahuan dengan jurnlistik” yang diadakan di Lec Athirah Baruga Antang ini. Tepatnya pada tanggal 15-17 maret 2013. Dalam kegiatan ini, pesertanya tidak hanya dari kalangan mahasiswa unhas, tetapi juga dari beberapa perguruan tinggi di Makassar. Bahkan ada yang dari kalangan militer dan pelajar SMA.
            Para peserta kegiatan berbaur menjadi satu tanpa memandang asal institusi. Karena kami dibagi kedalam 10 kelompk. Masing-masing kelompok dinamai sesuai dengan rubrik yang ada di Koran identitas. Mulai dari laput, civitas, koridor, kampusiana, dan lain-lain.
            Dalam dikdas kali ini kami menerima berbagai macam materi yang dibawakan oleh para jurnalis professional. Materi-materi itu tentu saja sangat bermanfaat bagi kami para peserta yang memang sangat tertarik dengan dunia jurnalistik. Materi pertama yang kami terima bertemakan “sepuluh elemen dasar jurnalistik” yang dibawakan oleh Upi Asmaradana. Beliau selaku fasilitator acara ini juga membagikan pengalamannya menjadi seorang jurnalis. Menurut bang upi, jurnalis adalah pilar demokrasi karena menyuarakan aspirasi rakyat yang tidak didengar oleh para wakil rakyat. Beliau juga menambahkan bahwa tugas utama seorang jurnalis adalah membuat orang yang tidak tahu menjadi tahu.
            Dalam materi pertama ini, saya dapat pengetahuan baru bahwa tugas seorang jurnalis bukan hanya sekedar mencari berita. Tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial yang besar kepada masyarakat. Karenanya seorang jurnalis harus loyal kepada dalam memberitakan kebenaran.
            Materi kemudian dilanjutkan oleh ketua dewan pers, bapak agus sudibyo. Beliau membawakan materi menngenai “ kode etik jurnalistik dan problem penegakannya”. Hal yang paling mendasar yang saya dapat dari materi ini adalah bagaimana konfirmasi dan verifikasi data dalam berita itu sangat penting. Ketika pelanggaran kode etik jurnalistik tetap terjadi, maka semakin banyak orang yang tidak nyaman dengan kebebasan pers. Padahal kita tahu bahwa kebebasan pers di Indonesia bukan hal yang gampang kita raih. Butuh perjuangan panjang untuk itu. Di materi ini beliau juga menjelaskan bagaimana kode etik jurnalistik ini bisa dijungkir balik atau diberikan pengecualian untuk liputan yang konteksnya berupa investigasi. Namun, konsekuensi harus ditanggung oleh pribadi yang meliput.
            Di materi selanjutnya peserta mendapatkan materi mengenai “teknik wawancara”. Di jaman sekarang wawancara tidak lagi harus bertatap muka, tetapi lebih fleksibel dengan memanfaaatkan media dan teknologi yang ada. Namun, wawancara langsung tetap lebih bernilai karena dibutuhkan gesture dari narasumber yang akan melengkapi berita.
Materi terakhir yang kami dapatkan di hari pertama adalah “straight dan feature news”. Dalam materi ini peserta dijelaskan mengenai teknik-teknik menulis berita, baik itu straight maupun feature. Ada banyak hal baru yang saya dapatkan dimateri ini, termasuk perbedaan mendasar dari straight dan feature news. Di akhir sesi materi ini, para peserta diberi tugas membuat straight news dan feature news dalam waktu kurang dari 10 menit. Sebuah tantangan baru untuk saya, belajar memahami bahwa seorang jurnalis harus patuh pada deadline.
Dihari kedua, materi yang peserta terima lebih bersifat teknik. Mulai dari menulis berita sampai pada membuat media. Sebuah kutipan yang sangat berkesan saya dengar di materi pertama yang berjudul “menulis berita”, yang dibawakan oleh Sukriansyah Latief. “ bad news is good news, but good news is the best news”. Kutipan ini diharapkan dapat mengubah persepsi para jurnalis kedepannya agar tidak hanya mencari berita yang buruk-buruk. Cobalah untuk membuat berita yang sifatnya lebih positif.
Kemudian berlanjut kemateri kedua dan ketiga, yang berjudul “fiksi dan non-fiksi” serta “merencanakan tulisan”. Dalam kedua materi ini, saya mendapatkan sebuah motivasi bahwa kunci seorang jurnasis adalah membaca. Di materi ke empat, ada hal baru yang saya dan teman-teman dapatkan. “foto jurnalistik”. Ternyata foto juga bisa dijadikan berita, karena bisa memuat unsur 5W+1H. memotret untuk foto jurnalistik berarti memotret sesuatu yang kontras dan saling berhubungan.
Setelah menutup materi “foto jurnalistik”, dilanjutkan dengan materi “layout”. Di materi ini peserta diajarkan bahwa layout sangat dibutuhkan agar memudahkan public untuk membaca berita. Tidak hanya itu, peserta juga diperlihatkan bagaimana teknik mendesain sebuah poster dengan menggunakan software Adobe Photoshop.
Kegiatan terus berlanjut hingga malam hari. Setelah semua materi selesai, para peserta ditugaskan untuk membuat media sendiri. Dikhususkan untuk madding. Madding yang dibuat harus memuat banyak rubric-rubrik yang telah ditentukan oleh panitia. Tidak lupa dengan embel-embel deadline yang hanya 1 jam.
Hari terakhir, para peserta mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan ketua umum Aliansi Jurnalis Indonesia. Setelah itu, kami ditugaskan untuk turun langsung kelapangan untuk meliput. Peserta dibagi kedalam 6 kelompok, saya masuk kedalam kelompok 4. Tempat peliputan kami adalah karebosi link ( karlink ). Dikesempatan ini, saya benar-benar merasa menjadi seorang jurnalis.
Ini adalah pengalaman pertama saya meliput di ruang publik, yang ternyata tidak semudah penggambaran saya. Kelompok peliputan saya, harus menghadapi masalah perizinan dari pihak pengembang security karlink. Namun, ada hikmah dibalik masalah itu. Perdebatan kami dengan pihak security menjadi inspirasi untuk membuat sebuah bulletin dengan headline “ ruang public dengan segudang aturan”.
Tim Liputan Karlink
Melalui kegiatan ini, saya mendapatkan banyak hal baru yang tidak saya temui dibangku kuliah. Pengalaman-pengalaman dan pengetahuan yang berharga yang tidak semua mahasiswa bisa merasakannya. Menjadi jurnalis itu bukan hal mudah, harus disiplin. Pada waktu, pekerjaan, bahkan pada diri sendiri. Apa yang saya dapatkan di dikdas ini akan saya manfaatkan di masa depan, ketika saya sudah benar-benar berhadapan dengan pekerjaan dan kompetisi.